/* CURSOR CSS GENERATOR - FRIENDSTER-TWEAKERS.COM */ body { cursor:url("http://cursor.com/images/10a.gif"),default;}

Jumat, 13 Mei 2011

BAB XI PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI

Pengertian Sengketa
Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum

BAB X ANTI MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Pengertian Antimonopoli dan Persaingan Usaha
“Antitrust” untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah “dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu “kekuatan pasar”. Dalam praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya. Keempat istilah tersebut dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang menguasai pasar ,dimana dipasar tersebut tidak tersedia lagi produk subtitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau hukum tentang permintaan dan penawaran pasar.
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU no.5

BAB IX PERLINDUNGAN KONSUMEN

Pengertian
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
Perlindungan konsumen adalah jaminan yang seharusnya didapatkan oleh para  konsumen atas setiap produk bahan makanan yang dibeli. Namun dalam kenyataannya saat ini konsumen seakan-akan dianak tirikan oleh para produsen. Dalam beberapa kasus banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran yang merugikan para konsumen dalam tingkatan yang dianggap membahayakan kesehatan bahkan jiwa dari para konsumen.

Perangkat Hukum
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
  • Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
  • Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
  • Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
  • Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
  • Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
  • Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
  • Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen


BAB VIII HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ( HAKI )

Pengertian HAKI
Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak yang diberikan kepada orang-orang atas hasil dari buah pikiran mereka. Biasanya hak eksklusif tersebut diberikan atas penggunaan dari hasil buah pikiran si pencipta dalam kurun waktu tertentu. Buah pikiran tersebut dapat terwujud dalam tulisan, kreasi artistik, simbol-simbol, penamaan, citra, dan desain yang digunakan dalam kegiatan komersil.
Menurut WIPO (World Intellectual Property Organization) – badan dunia di bawah naungan PBB untuk isu HKI, hak kekayaan intelektual terbagi atas 2 kategori, yaitu:
1.       Hak Kekayaan Industri
Kategori ini mencakup penemuan (paten)

BAB VII WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN

Dasar Pertimbangan Wajib Daftar Perusahaan
1.       Kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan sumber informasi resmi untuk semua pihak yang berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di wilayah Negara Republik Indonesia.
2.       Adanya Daftar Perusahaan itu penting untuk Pemerintah guna melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia

BAB VI HUKUM DAGANG ( KUHD )

Pengertian Hukum Dagang
Perdagangan atau Perniagaan pada umumnya adalah pekeerjaan membeli barang dari suatu tempat dan suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat dan waktu lainnya untuk memperoleh keuntungan.
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.

Sumber-Sumber Hukum Dagang
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1.       Hukum tertulis yang dikodifikasikan

BAB V HUKUM PERJANJIAN

Pengertian Perjanjian
1.       Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
2.       Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hukum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hokum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi

BAB 1V HUKUM PERIKATAN

Dalam pengertiannya perikatan dapat terjadi jika sudah melalui perjanjian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dan menimbulkan suatu hak dan kewajiban. Dan sumber hukum perikatan adalah Perjanjian dan Undang - Undang.
3 hal yang harus diketahui dalam mendefinisikan suatu perjanjian:
1.       Adanya suatu barang yang akan diberi.
2.       Adanya suatu perbuatan.
3.       Dan bukan merupakan

BAB III HUKUM PERDATA

Menurut wikipedia, hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini.
Secara umum, hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. Hukum perdata di Indonesia diberlakukan bagi :
1.       Untuk golongan bangsa Indonesia asli berlaku

BAB II SUBJEK DAN OBJEK HUKUM

Subjek hukum ialah suatu pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu.
Sejak lahirnya setiap orang pasti menjadi subjek hukum, seseorang itu menjadi subjek hukum sampai pada saat meninggalnya. Baru setelah kematianyalah seseorang dianggap berhenti menjadi subjek hukum.
Pada dasarnya subjek hukum dapat dibedakan atas

BAB I PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI

Pada umumnya yang dimaksud hukum adalah segala peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam kehidupan bersama yang dapat dipaksakan dengan suatu sanksi dalam pelaksanaannya.
Hukum juga merupakan peraturan-peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang yang berisi perintah ataupun larangan untuk mengatur tingkah laku manusia guna mencapai keadilan, keseimbangan dan keselarasan dalam hidup. Dengan kata lain, hukum dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kekacauan dan lain sebagainya dalam hidup.
Hukum mempunyai tugas untuk

Senin, 18 April 2011

POLITIK HUKUM PEMBERANTAS KORUPSI

Pemberantasan korupsi sejak era Reformasi telah melalui beberapa tahapan.Tahapan pertama pada 1998-2002, melaksanakan kebijakan hukum dalam pemberantasankorupsi untuk memenuhi janji reformasi, terutama terhadap mantan presiden Soehartodan kroni-kroninya, dan dilanjutkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputiempat bidang, yaitu hukum di bidang ekonomi, keuangan, dan perbankan; hukum dibidang politik; hukum di bidang sosial; serta hukum di bidang hak asasi manusia.
Seluruh perundang-undangan dalam keempat bidang hukum tersebut telah diselesaikandalam kurun waktu empat tahun pertama, disusul dengan beberapa perubahan atasperundang-undangan tersebut, yang telah terjadi dalam kurun waktu dua tahunselanjutnya sampai 2004.
Pembentukan hukum dan perubahan-perubahan yang kemudian telah dilakukantampaknya belum dapat dilihat keberhasilannya dalam kurun waktu empat tahun tahap kedua ( 2004-2008 ), sekalipun dalam penegakan hukum dan regulasi dalam bidanghukum ekonomi, keuangan, dan perbankan telah menunjukkan hasil yang signifikanuntuk memacu peningkatan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi para pelakuusaha.
Penekanan untuk memacu arus penanaman modal asing lebih mengemukadibanding perlindungan hukum dan kepastian hukum, baik terhadap pelaku usahapribumi maupun asing. Masalah kontroversial dalam pembangunan bidang hukumekonomi, keuangan, dan perbankan masih akan terus berlanjut sehubungan dengan belumadanya kejelasan politik hukum yang akan dijalankan pemerintah sejak era Reformasi sampai akhir 2007. Hal ini tidak mudah karena masih belum ada penafsiran hukum yangsama di antara pengambil keputusan dan para ahli terhadap bunyi ketentuan Pasal 33Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945
Ketidakjelasan tersebut juga disebabkan oleh semakin lemahnya landasan falsafahPancasila yang digunakan untuk berpijak dalam menghadapi perkembangan cepat arusliberalisme dan kapitalisme internasional. Pancasila sebagai landasan ideologi bangsaIndonesia saat ini tengah mengalami krisis identitas. Keadaan serius bangsa Indonesiasebagaimana diuraikan di atas berdampak besar terhadap setiap kebijakan hukum danpenegakan hukum yang akan dilaksanakan pemerintah, siapa pun pemimpin nasionalnya.
Salah satu dampak yang telah teruji kebenarannya adalah kebijakan hukum danpenegakan hukum dalam pemberantasan korupsi. Refleksi gerakan pemberantasankorupsi sejak kuranglebih 52 tahun yang lampau sarat dengan tujuan memberikanpenjeraan dengan penjatahan hukuman seberat-beratnya kepada para pelaku korupsidisertai keinginan keras untuk sebesar-besarnya memberikan kemanfaatan bagipengembalian keuangan negara yang telah diambil pelakunya.
Tujuan dimaksud tampak nyata secara normatif dalam empat langkah perubahanketentuan Undang-Undang Pemberantasan Korupsi ( 1971-2001 ), antara lain, ancamanhukuman ditetapkan minimum khusus dan pemberatan ancaman hukuman sepertiga dariancaman pidana pokok, terutama terhadap pelaku penyelenggara negara dan penegakhukum. Selain itu, kerugian (keuangan) negara telah ditetapkan menjadi salah satu unsurpenentu ada-tidaknya suatu tindak pidana korupsi.
Pola kebijakan legislasi tersebut secara nyata menampakkan filsafat kantianisme
di satu sisi dan filsafat utilitarianisme di sisi lainnya; dua pandangan filsafat yang berbeda
mendasar dengan Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia sejak ditemukannya padaJuni 1945. Namun, kebi' jakan legislasi pemberantasan korupsi tersebut secara normatiftelah dilaksanakan tanpa hambatan-hambatan berarti sampai saat ini. Kendala serius yangmenghadang kebijakan legislasi tersebut justru terletak pada faktor-faktor nonhukum danpola penegakan hukum yang belum secara maksimal diharapkan dapat menimbulkanharmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kultur bangsa Indonesia tidaklah sama dengan bangsa-bangsa lain didunia, karena masalah harmonisasi kehidupan dan hubungan interpersonalternyata masih menentukan keberhasilan suatu perencanaan/program dalammencapai tujuannya.
Kultur bangsa Indonesia menabukan penyebarluasan aib di muka umum,apalagi dalam posisi hukum masih belum dinyatakan bersalah oleh kekuatansuatu putusan pengadilan. Gerak langkah pemberantasan korupsi yangmengedepankan "mempermalukan" di muka publik dengan aib yang melekatpada seseorang terbukti telah kontraproduktif dan antipati terhadap gerakanpemberantasan korupsi itu sendiri. Konsekuensi lanjutan yang tampak adalahresistansi menguat dan politisasi menajam terhadap setiap gerak langkahKejaksaan Agung dan Komisi
Pemberantasan Korupsi sejak pembentukannya. Penegakan hukumdalam pemberantasan korupsi di Indonesia telah berlangsung sejak tahun1960-an, dan telah berganti undang-undang sebanyak 4 ( empat ) kali, danterakhir dengan UU Nomor 20 tahun 2001. Sekalipun pergantian undang-undang sebanyak itu akan tetapi filosofi, tujuan dan misi pemberantasankorupsi tetap sama. Secara filosofis, peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi menegaskan bahwa, kesejahteraan bangsa Indonesiamerupakan suatu cita bangsa, dan sekaligus cita pendiri kemerdekaan RIyang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945, dan diadopsi ke dalam silakelima dari Panca Sila.
Oleh karena itu setiap ancaman dan hambatan terhadap tercapainyakesejahteraan bangsa ini merupakan pelanggaran terhadap cita bangsa.Akan tetapi sebagai suatu negara hukum, langkah pencegahan danpemberantasan korupsi harus dilandaskan kepada asas kepastian hukum danseoptimalnya dilandaskan kepada cita keadilan sebagai cita hukum sejakzaman Yunani. Landasan yuridis, adalah UUD 1945 sebagai ”grund-norm”( hukum dasar ) yang seharusnya diwujudkan ke dalam suatu UU yangmencerminkan cita dan tujuan hukum sebagaimana diuraikan di atas. Perludikaji sejauh mana UU Pemberantasan Korupsi ( UUPK ) telah mencerminkanasas-asas hukum dan cita hukum dimaksud, akan diuraikan dalam tulisan ini.Landasan sosiologis dari penegakan hukum pemberantasan korupsi adalahbahwa, kemiskinan yang melanda kurang lebih 35-50 juta pendudukIndonesia masa kini adalah disebabkan karena korupsi yang telah bersifatsistemik dan meluas ke seluruh lapisan birokrasi ( 30 % dana APBN terkuraskarena korupsi ), dan tidak lepas dari pengaruh timbal balik antara birokrasidan sektor swasta.
Oleh karena itu, pemberantasan korupsi bukanlah sekedar aspirasimasyarakat luas melainkan merupakan kebutuhan mendesak ( urgent needs )bangsa Indonesia untuk mencegah dan menghilangkan sedapatnya dari bumipertiwi ini karena dengan demikian penegakan hukum pemberantasankorupsi diharapkan dapat mengurangi dan seluas-luasnya menghapuskan
kemiskinan. Bertolak dari ketiga landasan politik pemberantasan korupsi diIndonesia di atas jelas bahwa, langkah penegakan hukum pemberantasankorupsi merupakan kewajiban bersama bukan hanya penegak hukummelainkan juga seluruh komponen bangsa dengan bimbingan dan tauladanpara pemimpin bangsa ini mulai dari Presiden selaku kepala negara dankepala pemerintahan, wakil presiden sampai kepada pimpinan birokrasi didaerah, lembaga legislatif dan judikatif.
Tidak kurang pentingnya peranan masyarakat sipil ( civil society-cso )dalam mendorong, monitoring dan evaluasi keberhasilan pemberantasankorupsi. Namun demikian sesuai dengan landasan yuridis terutama UUD1945 khususnya berkaitan dengan hak asasi setiap warga negara ( Bab XAPasal 28 D ) maka langkah penegakan hukum pemberantasan korupsi jugaseharusnya dapat menjamin dan memelihara proteksi terhadap hak asasitersangka dan terdakwa serta terpidana korupsi, selain peningkatanefektivitas dan keberhasilan pemberantasan korupsi itu.

NAMA   : THERESIA
NPM      : 25209099
KELAS  : 2EB17

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI DAN BISNIS

Seiring dengan kemajuan zaman terutama kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin banyak muncul spesialisasi. Contoh yang mudah diketahui adalah di bidang kedokteran. Kalau dulu hanya dikenal dokter spesialis bedah maka sekarang bedah itu pun sudah terbagi-bagi. Demikian pula dalam ilmu-ilmu lain, termasuk ilmu hukum adan ilmu ekonomi.
Akan tetapi seiring dengan hal-hal di atas sesungguhnya telah terjadi juga semakin keterkaitan bahkan ketergantungan antara satu ilmu dengan ilmu lain.  Ilmu hukum tidak dapat lagi berjalan sendiri melainkan harus bergandengan tangan beriringan dengan ilmu-ilmu lain seperti sosiologi,

Senin, 28 Maret 2011

PENGANTAR MENGENAI HUKUM EKONOMI

   Hukum ekonomi lahir karena disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan perekonomian. Hukum disini berfungsi untuk mengatur dan membatasi kegiatan ekonomi dengan harapan pembangunan perekonomian tidak mengabaikan hak-hak dan kepentingan masyarakat.
    Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum ekonomi adalah penjabaran ekonomi pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum tersebut mempunyai du aspek berikut :
1.      Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan ekonomi.
2.      Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan hasil dan pembangunan ekonomi secara merata di seluruh lapisan masyarakat.
Hukum ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu